Rabu, 24 April 2013

Keren!! Film Animasi Anak Muslim Bikinan Jogja


4 OST Film Animasi Kisah Nabi Sulaiman


Musa a.s. - crtani film - موسى عليه السلام


Kisah Nabi Sulaiman [FULL MOVIE]


Kisah Nabi Musa 6 of 6


Kisah Nabi Musa 5 of 6


Kisah Nabi Musa 4 of 6


Kisah Nabi Musa 3 of 6


Kisah Nabi Musa 2 of 6


Kisah Nabi Musa 1 of 6


Pendeta Masuk Islam (Dr. M. Yahya Waloni) Full Duration


Kisah Perjuangan NABI MUHAMMAD S.A.W.


Muhammad SAW, Nabi Terakhir- Film Kartun (Bahasa Indonesia).flv



Pilar-Pilar Ukhuwah



Pilar-Pilar Ukhuwah
Firman Allah SWT:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.(49:10)

1  Cinta kasih
Firman Allah SWT:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka”. (48:29)

Penjelasaan:

1.      Inilah karakter utama umat Muhammad. Cinta kasih kepada sesama mereka. Rasa cinta kasih adalah karunia Allah yang sangat besar yang dikaruniakan Allah SWT kepada kaum mu’minin, dengan cinta kasih itu Allah mentautkan hati-hati orang yang beriman sehingga menjadi ikatan yang sangat indah.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. (3:159)

وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. SesungguhnyaDia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (8:63)

2.      Cinta kasih seorang mu’min kepada sadauaranya adalah menjadi ukuran keimanan. Seorang mu’min mencitai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Artinya, ia akan senang apa yang ia senangi menimpa pada sauaranya dan ia akan sebangn apabila saudaranya terhindar dari apa yang tidak ia senangi. Dan ia menjadi cermin bagi saudaranya.

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak sempurna iman seseorang itu, sebelum dia mengasihi saudaranya, sebagaimana dia kasihkan dirinya sendiri”. (Mutafaqun ‘Alaih)

2  Melengkapi dan Bekerjasama

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan di mana sebahagiannya menguatkan sebahagian yang lain”. (Mutafaqun ‘Alaih)

Penjelasaan:

Dengan cinta kasih diatas kaum mu’min menjadi bangunan yang kokoh, kaljasadail wahid atau kalbunyanum marshush yang antara satu anggota dengan yang lainnya saling bahu membahu, topang menopang, kuat menguatkan, sokong menyokong, benar membenarkan. Mereka berada dalam satu nafas, satu perasaan dan satu rasa. Mereka tidak akan pernah menemui saudaranya terlantar, tidak akan menemui saudaranya kesusahan, mereka tidak akan pernah menemui saudaranya kesakitan, kecuali ia bangkit membantunya, kecuali ia bangkit menolongnya.

Rasulullah s.a.w bersabda:

 مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal berkasih sayang dan saling cinta-mencintai adalah seperti sebatang tubuh. Apabila salah satu anggotanya mengadu kesakitan, maka seluruh anggota tubuh yang lain turut merasa sakit”. (Mutafaqun ‘Alaih).

3  Itsar
Firman Allah SWT:

َالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَاْلإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلاَ يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (59:9).

Penjelasaan:

1.      Itsar artinya mengutamakan atau mendahulukan saudara dari pada kepentingan diri sendiri. Inilah keagungan dan keindahan etika mu’min dalam berakhlak kepada saudaranya. Dengan etika ini tidak akan terjadi saling serobot menyorobot, saling sikut menyikut, tetapi semua pihak memiliki tata krama, memiliki etika, yakni mendahulukan saudaranya.

2.      Sikap yang demikian itu bukan pada pergiliran saja, bahkan dalam kontek ayat diatas menyangkut pembagian jatah yang diberikan oleh Rasulullah saw kepada umatnya. Kita lihat keindahan hati ahlul Madinah yang mendahulukan saudaranya, sekalipun mereka sendiri sangat membutuhkan. Dengan mendahulukan saudaranya sesungguhnya seseorang telah telah memerangi kekikiran hatinnya dan membuktikan kemurahannya. Dengan sifat dan sikap ahlul Madinah yang demikianlah Allah menghantarkan orang-orang yang beriman menuju falah.

3.      Namun perlu difahami, bahwa itsar itu adalah berkenaan dengan aktifitas sosial kemasarakatan bukan menyangkut hal ibadah.adapun dalam hal ibadah setiap syahsiyah harus fastabiqul khairat. Sebagaimana diterangkan dalam kaidah:

الإِيثَارُ بِالْقُرْبِ مَكْرُوهُ وَفِى غَيْرِهَا مَحْبُوبٌ

“Mengutamakan orang lain dalam hal ibadah adalah makruh, sedangkan dalam urusan lainnya adalah disenangi”.

4  Memberi pertolongan
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ قَالَ تَحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ

 “Tolonglah saudaramu, baik yang dzalim ataupun yang didzalimi”. Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah, kami bisa menolong bila ia dianiaya, maka bagaimana kami menolongnya bila ia menganganiaya? Jawab Nabi saw: Kamu cegah ia dari menganiaya, itu berarti kamu menolongnya dari penganiayaan”. (HR. Bukhari).

Penjelasaan:

1.      Hadits ini menerangkan tentang kewajiban seorang muslim menolong saudaranya seiman, baik kepada saudara yang dzalim maupun yang didzalimi. Menolong saudara yang dzalim yaitu mencegahkanya dari berbuat dzalim, sedangkan menolong saudara yang didzalimi yaitu membantunya dari kedzaliman.

2.      Aplikasi ukhuwah adalah memberikan pertolongan baik moril maupun materiel kepada saudara yang membutuhkan hingga saudaranya terlepas dari kesukaran atau kesusahan ynag dihadapinya. Rasulullah saw menegaskan hal tersebut dalam hadits berikut.

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim lain. Beliau tidak boleh menzalimi dan menyusahkannya. Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, maka Allah pun akan berkenan memenuhi hajatnya. Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan kepada seorang muslim, maka Allah akan melapangkan salah satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan Hari Kiamat nanti. Barangsiapa yang menutup aib seseorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada Hari Kiamat”. (Mutafqun ‘Alaih)

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ  وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ الله ُ فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ  وَاللهِ فِى عَوْنِ الْعَبْدِمَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ

“Siapa yang melapangkan suatu kesukaran dunia pada seorang mu’min Allah akan melepangkan baginya kesukaran hari kiamat. Dan siapa yang meringankan baginya kemiskinan seorang miskin, Allah akan meringankan baginya didunia dan akhirat. Dan siapa yang menutup kejelekan seorang muslim, Allah akan menutup kejelekannya di dunia adan akhirat. Allah selalu menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. (Bukhari-Muslim).

3.      Allah akan menuntut kepada seorang mu’min yang melalaikan tanggung jawab membantu memenuhi hajat saudaranya yang sangat membutuhkan, membiarkan saudara mu’min yang sakit tanpa bisa berobat, membiarkan saudara mu’min yang kelaparan tanpa bisa mendapatkan makanan. Perhatikan hadits Qudsi di bawah ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلاَنًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي قَالَ يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِي فُلاَنٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِي قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ اسْتَسْقَاكَ عَبْدِي فُلاَنٌ فَلَمْ تَسْقِهِ أَمَا إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي

“Rasulullah saw bersabda: “Pada hari kiamat Allah akan memanggil dan berkata: “Hai anak Adam, Aku sakit dan kau tidak menjenguk-Ku”. Jawabnya: Ya Tuhanku, bagaimana saya menjenguk-Mu padahal Engkau adalah Rabbul ‘alamin. Firman Allah: Apakah kau tidak tahu bahwa si fulan hamba-Ku sakit, maka kau tidak menjenguk kepadanya. Apakah kau tidak mengetahui sekiranya kau menjenguk niscaya kau akanmendapati Aku di sana. Hai anak Adam, Aku minta makan, maka tidak kau beri makan. Jawabnya: Ya Tuhanku, bagaimana saya akan memberi makan, padahal Engkau adalah Rabbul ‘alamin. Firman Allah: Apakah kau tidak tahu bahwa si fulan hamba-Ku minta makan kepadamu, maka kau tidak beri makan. Apakah kau tidak mengetahui sekiranya kau memberi makan kepadanya  niscaya kau dapatkan itu pada-Ku. Hai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tetapi kau tidak beri minum. Jawabnya: Ya Tuhanku, bagaimana saya memberi minum, padahal Engkau adalah Rabbul ‘alamin. Firman Allah: Apakah kau tidak tahu bahwa si fulan hamba-Ku minta minum kepadamu, maka kau tidak memberinya. Apakah kau tidak mengetahui sekiranya kau memberi minum niscaya kau mendapatkan itu pada-Ku”. (HR. Muslim).

5  Memenuhi Hak Enam
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ

“Hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada enam, apabila bertemu mengucapkan salam, apabila mengundangmu maka datangilah, apabila meminta nasehat, maka nasihatilah, apabila bersin lalu memuji Allah, maka sahutilah, apabila sakit tengoklah, apabila mati maka iringilah jenazahnya”. (HR. Mutafaqun ‘Alaih).

Penjelasan:

1.    Salam adalah jalan untuk menumbuhkan saling mencintai antara sesama mu’min. Rasulullah saw menerangkan dalam sebuah Hadits.

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

“Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman. Dan kalian tidak beriman sehingga saling mencintai. Maukah aku tunjukkan suatu perkerjaan yang apabila kamu lakukan akan mennjadikan kalian saling mencintai? Yaitu sebarkan salam diantara kalian”.(HR. Muslim)

Etika salam adalah orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan, orang yang berjalan memberi salam kepada orang duduk, dan orang yang sedikit kepada orang yang banyak, dan seutama-utamanya adalah yang dahulu memberi salam.

يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي وَالْمَاشِي عَلَى الْقَاعِدِ وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ

“Orang yang berkendaraan hendaklah memberi salam kepada orang yang berjalan kaki, orang yang berjalan hendaklah memberi salam kepada orang yang duduk dan orang yang sedikit hendaklah memberi salam kepada orang yang ramai”. (HR. Mutafaqun ‘Alaih)

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِاللهِ مَنْ بَدَأَهُمْ بِالسَّلاَمِ

“Seutama-tama manusia adalah yang mengucapkan salam lebih dahulu”. (HR Abu Dawud)

2.    Secara khusus yang dimaksud undangan adalah undangan walimah. Sebagaimana diterangkan dalam hadits di bawah ini.

إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا

“Apabila seseorang dari kamu diundang untuk walimah maka hendaklah kamu menghadirinya”. (HR. Bukhari-Muslim).

Yang perlu diperhatikan dalam mengadakan walimah, seseorang mesti sudah dalam kondisi siap. Artinya mereka tidak lagi mengharapkan sumbangan dari para tamu yang diundang. Supaya orang yang diundang dalam kondisi apapun siap memenuhi undangan. Rasulullah saw mencela walimah yang hanya dihadiri orang yang kaya saja dan tiada orang yang miskin.

عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بِئْسَ الطَّعَامُ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى إِلَيْهِ الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِينُ فَمَنْ لَمْ يَأْتِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُولَهُ .

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Makanan yang buruk ialah makanan walimah yang mana undangannya ialah orang-orang kaya saja dan orang-orang miskin tidak diundang. Orang yang tidak memenuhi undangan sesungguhnya dia telah melakukan maksiat kepada Allah dan RasulNya”. (HR. Bukhari-Muslim)

3.    Nasehat menasihati adalah salah satu poros dari agama ini. Dalam surat Al-‘Ashr, saling berwasiat atau memberikan nasehat dalam hak dan sabar adalah syarat untuk menghidari dari kerugian. Dan dalam sabda Rasul, Adien adalah nasehat.

الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Agama itu adalah nasehat”. Untuk siapa Ya Rasulullah?”. “Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rasul-Nya dan dan untuk pemimpin-pemipin Muslimin dan orang muslim pada umumnya”. (HR. Muslim)

Nashihat dari kata nashoha berarti ikhlas, bersih, suci. Oleh karena itu, kontek nasehat ini adalah dalam keikhlasan mentaati Allah dan Rasul-Nya, dalam keikhlasan melaksanakan isi kitab Allah, dalam keiakhlasan mentaati dan membantu pemimpin-pemimpin yang bertakwa, dan dalam dalam keikhlasan memenuhi hak dan menjaga kehormatan sesama mu’min.

4.    Mendoakan saudara yang bersin.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

“Apabila seseorang di kamu antara kamu bersin, maka hendaklah membaca ‘alhamdulillah’; dan saudata atau kawannya yang mendengarkannya itu mengucakkan ‘yarkamu kallah’. Apabila saudaranya mengucapkannya ‘yarkamukallah’, maka hendaklah ia menjawab: yahdikumullahu wa yuslih balakum (semoga Alalh memberimu pimpinan dan memperbaiki keadaanmu)”. (HR. Bukhari)

5.    Menjenguk saudara yang sakit. Ini adalah wujud solidaritas sesama mu’min yang merupakan satu jasad untuk memberikan dukungan atau motivasi supaya tetap tabah menerima ujian dari Allah SWT dan untuk mendokan saudara yang sedang sakit.

Dari Aisyah r.a katanya: Biasanya apabila ada seorang di antara kami menderita sakit, Rasulullah s.a.w mengusapnya dengan tangan kanan baginda, kemudian baginda membaca:

أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

“Hilangkanlah sakit, wahai tuhan manusia! Berilah penyembuh. Engkaulah Zat yang memberi penyembuh. Tiada penyembuh, kecuali penyembuh dariMu. Penyembuh yang tidak menyiksakan pesakit”.  (HR. Bukhari Muslim)

Dari Utsman bin Abil ‘Ash Ats-Tsaqofi, ia telah mengadu kepada Rasulullah saw: Letakkan tangan pada anggota badan yang sakit, bacalah bismillah tiga kali, kemudian baca doa dibawah ini tujuh kali:

أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

“Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaannya dari keburukan segala sesuatu yang aku temui dan aku takuti”. (HR. Muslim)

6.    Menghantar jenazahnya ketika mati. Ini adalah bentuk solidaritas seorang muslim kepada saudaranya sebagai ungkapan perpisahan dan juga untuk memberikan hiburan dan motivasi kepada keluarga yang ditinggalkannya.

6  Memperhatikan Aspek Kejiwaan

Penjelasaan:

1.      Bermanis muka ketika bertemu dan berkata dengan perkataan yang baik bila bercakap.

Sabda Rasulullah saw:

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Senyummu pada saudaramu itu adalah shodaqah”. (HR. Tirmidzi).

لاَتَحْقِرَنَّ مِنَ اْلمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهِ طَلْقِ

“Janganlah sekali-kali kamu merendahkan suatu kebaikan sekalipun kecil, walaupun hanya bermuka manis ketika bertemu saudaramu”. (HR. Muslim).

2.      Saling memberi hadiah.

Rasulullah saw bersabda:

تَهَادَوا تَحَابُّوا

“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, agar saling mencintai”. (HR. Bukhari dalam Abadul Mufrad)

Dalam praktek Rasulullah saw memerintahkan kepada para wanita Madinah supaya memperbanyak kuah ketika memasak untuk dihadiahkan kepada saudara/tetangganya:

يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ

Wahai wanita-wanita Islam! Janganlah seorang tetangga meremehkan pemberian seorang tetangganya walaupun hanya berupa kuku kambing. (Mutafaqun ‘Alaih)

3.      Tidak berbisik-bisik ketika bertiga dengan meninggalkan salah seorang darinya.

Rasulullah s.a.w bersabda:

إِذَا كُنْتُمْ ثَلاَثَةً فَلاَ يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الْآخَرِ حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ مِنْ أَجْلِ أَنْ يُحْزِنَهُ

“Apabila kamu ada tiga orang, maka janganlah dua orang di antara kamu berbisik-bisik tanpa disertai oleh seorang lagi sehingga mereka bergabung dengan orang ramai agar tidak membuatnya sedih”.  (HR. Bukhari-Muslim).

4.    Tidak menyerobot tawaran atau pinangan saudaranya atau sesuatu yang sedang dikerjakan oleh saudaranya sehingga saudaranya melepaskannya.

لاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلاَ يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ بَعْضٍ

“Jangan ada di antara kamu yang menjual atas jualan orang lain dan juga jangan ada di antara kamu yang meminang terhadap pinangan orang lain”. (HR. Bukhari-Muslim).

7  Memelihara Kehormatan
Firman Allah SWT:

وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ

“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya”. (22:30)

وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”. (22:32)

Penjelasaan:

1.      Hifdzu ‘irdhu adalah salah satu maqoshid syariat. Terpeliharanya kehormatan terkait erat dengan runtuh dan tegaknya tatanan masarakat Islam. Yang dimaksud Al-‘Irdhu, bukan kehormatan aurat yang tertutup saja. Kehormatan mempunyai makna: “Sesuatu yang dipuji atau dicela. Seseorang memuji temannya berarti telah mengangkat kehormatannya, dan seseorang mencelanya berarti telah menjatuhkan kehormatannya atau seseorang mengoloknya berarti telah merongrong kehormatannya, seseorang menuduhnya berarti telah mencoreng kehormatannya”.

Dalam khuthbah Wada’ Rasulullah saw bersabda:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا

“Sesungguhnya darahmu, harta bendamu dan kehormatanmu adalah haram ke atas dirimu, seperti haramnya harimu yang sekarang ini, di negerimu ini dan di bulanmu ini”.  (HR. Bukhari Muslim).

2.      Kehormatan setiap mu’min terpelihara oleh syariat, melanggarnya adalah dosa besar, bahkan dosanya lebih besar dari dosa menzinai ibunya, menikahi seorang ibu adalah dosa besar, tetapi melanggar kehormatan seorang mu’min dosanya lebih besar dari itu. Hal ini dapat dipahami bila kita memperhatikan akibat dari pencemaran kehormatan, yaitu rapuh dan hancurnya tatanan Islam. Bahkan dalam hal tertentu diancam saksi had yaitu cambuk 80 kali.

Rasulullah saw bersabda:

الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ اْلمُسْلِمِ

“Riba itu tujuh puluh tiga bagian, yang paling ringan adalah seperti (dosa) orang laki-laki menikahi (menzinai) ibunya. Dan riba yang paling besar (dosanya) adalah mencemarkan harga diri seorang muslim”. (Hadits Shahih Riwayat. Hakim dari Ibn Mas’ud)

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلاَ تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”. (24:4)

3.      Realisasi dari ukhuwah adalah memelihara kehormatan saudara seiman dan tidak melanggarnya, yaitu tidak mengolok-olok, tidak mencela, tidak memanggil dengan panggilan buruk, tidak su’udzan, tidak tajasus, tiudak ghiban, hasad, tidak saling menipu, tidak saling benci membenci, dan seterusnya.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلاَ نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلاَ تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلاَ تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ(11) َفُورَ

“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (49:11)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ(12) َفُورَ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (49:11-12)

Rasulullah saw bersabda::

لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

“Janganlah kalian saling hasad (dengki mendengki), Janganlah kalian saling menipu, Janganlah kalian saling benci-membenci, Janganlah kalian saling membelakangi, Janganlah sebagian kamu menjual jualan sebagian yang lain. Jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim saudara kepada sesama muslim, tidak boleh menganiaya dan tidak boleh merendahkannya dan tidak boleh dihina orang lain. Taqwa adalah di sini (sambil menunjuk dadanya tiga kali). Cukuplah sebagai kejahatan bila seseorang menghina saudaranya sesama muslim. Semua hak seorang muslim terhadap sesama muslim: haram darahnya, hartanya dan kehormatannya”. (HR. Muslim)

8  Satrul ‘Uyub

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim lain. Ia tidak boleh menzalimi dan menyusahkannya. Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, maka Allah pun akan berkenan memenuhi hajatnya. Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan salah satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan Hari Kiamat nanti. Barangsiapa yang menutup aib seseorang muslim, maka Allah akan menutup aib pada Hari Kiamat”. (Mutafqun ‘Alaih)

Penjelasaan:

1.      Aib atau aurat seseorang adalah sesuatu yang tidak pantas untuk dinampakkan baik dosa atau perbuatan lainya yang apabila dinampakkan akan menjatuhkan martabat/harga dirinya. Rasulullah saw telah mengajarkaan supaya setiap orang menutupi aurat/ aib saudaranya. Dan Allah akan menutup aib seseorang yang menutup aib saudaranya. Sebagaimana dalam hadits di atas.

2.      Membuka aib sesama adalah perbuatan fahisyah yang diancam siksan yang sangat pedih.

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ (19) وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (20) َفُورَ

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar)”. (24:19-20)

3.      Etika ini adalah merupakan karunia Allah SWT yang sangat agung kepada setiap mu’min. karena sekiranya akan dicari kejelekan/aib setiap orang, maka tidak akan ada satu orangpun yang bersih dari aib, tetapi Allah memberikan karunia yang sangat agung dengan atika saling menutupi aib saudara seiman sehingga kehormatan setiap mu’min tidak tercemar.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (24:21)

4.      Oleh karena itu, demi tegaknya bangunan ukhuwah Islamiyah, setiap mu’min wajib menjaga diri untuk tidak melanggar kehormatan saudaranya, baik dengan mulut dan tangannya. Orang mu’min yang sejati adalah orang yang selamat orang mu’min lainnya dari gangguan/bencana mulut dan tangannya.

   Sabda Rasulullah saw:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Orang Muslim adalah yang selamat orang muslim lainnya dari kejahatan lidah dan tangannya”. (HR. Bukhari-Muslim)

9. Tidak mencurangi atau menghianatinya
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَخُونُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ عِرْضُهُ وَمَالُهُ وَدَمُهُ التَّقْوَى هَا هُنَا بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْتَقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ

“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak boleh menghianatinya, tidak boleh mendustainya dan tidak boleh menghinanya. Setiap muslim terhadap muslim lainya haram kehormatannya, hartanya dan darahnya. Taqwa adalah di sini (sambil menunjuk dada). Cukup bagi seorang muslim, dalam kejahatan jika ia menghina saudara sesama muslim”. (HR. Tirmidzi)

Penjelasan:

Ini adalah etika pergaulan seorang muslim kepada saudara seiman. Tidak menghianati kepercayaan yang diberikan kepadanya. Tidak menghianati tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya. Tidak membohonginya, tidak menjerumuskannya.

10 Ikhlas dan Lapang dada dalam pergaulan

Firman Allah SWT:

وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا

“Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha Melihat”. (25:20)

Penjelasaan:

1.      Ayat ini adalah penegasan bahwa Allah SWT akan menjadikan di antara orang-orang di sekitar kita sebagai ujian bagi kita. Boleh jadi kita akan dihadapkan dengan anak istri yang menyakitkan. Boleh jadi kita kan diuji dengan saudara-saudara yang menyusahkan. Boleh jadi kita akan duji dengan pemimpin yang tidak mengenakkan. Boleh jadi kita akan diuji dengan umat yang kurang menyenangkan, dan seterusnya.

2.      Allah menghendaki apabila kita berhadapan dengan kejadian-kejadian tersebut berlapang-dada dan memaafkan. Telah ada tauladan yang sangat baik, apa yang telah terjadi pada Abu Bakar Ash-Shidiq ketika salah seorang kerabatnya yang kebutuhan hidup sehari-harinya ditanggung namun ia ikut menyebarkan haditsul ifk tentang putrinya ‘Aisyah, sehingga karena kekesalannya itu Abu Bakar bersumpah tidak akan memberi bantuan lagi kepada kerabatnya tersebut, tetapi Allah SWT memberi bimbingan yang sangat indah untuk hamba-Nya.

وَلاَ يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلاَ تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema`afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (24:22)

3.      Kelapangan hati lebih dituntut untuk orang-orang muda dalam beretika kepada orang-orang yang lebih tua atau orang-orang yang telah berjasa di masa lalu. Adalah contoh yang sangat baik apa yang dipesankan Rasulullah saw kepada Umar bin Khathab ketika menangani kasus Hathib bin Balthaah, sekalipun ia melakukan pelanggaran yakni membocorkan rahasia negara, tetapi karena ia termasuk ahlul Badar, maka Rasulullah saw memaafkannya. Inilah hakikat sabda Rasulullah saw melarang seseorang mencaci atau mencela para Sahabat-sahabatnya.

لَا تَسُبُّوا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِي فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

“Janganlah kamu mencaci Sahabatku, walaupun salah seorang dari kamu membelanjakan emas sebesar gunung Uhud sekalipun, dia tidak dapat menandingi salah seorang ataupun separuh dari mereka”. (Hr. Bukhari Muslim)

  أَقِيْلُوا ذَوِى الْهَيْآتِ عَثَرَاتِهِمْ إِلاَّ اْلحُدُوْدَ

“Maafkanlah orang-orang yang terhormat akan kekeliruan-kekeliruan mereka selain hadd-hadd”. (HR. Ahmad, Bukhari dan Abu Dawud dari Aisyah)

أَقِيْلُوا السَخِيَّ زَلَّتَهُ، فَإِنَّ اللهَ آخِذٌ بِيَدِهِ كُلَّمَا عَثَرَ

“Maafkanlah orang yang pemurah akan kekeliruannya, karena sesungguhnya Allah menarik tangannya setiap kali ia tergelincir”. (Hadits Ibnu Abas)

4.      Lapang dada berarti tidak ada ganjalan dalam hati, oleh karena itu hilangkan rasa iri, dengki, dendam, hasad dan semua ganjalan yang ada di dalam hati. Rasa iri, dengki dan lainnya itu timbul karena tidak redla terhadap kemurahan Allah SWT yang diberikan kepada sesama dan ini adalah bagian dari sifat munafik. Allah telah mengajarkan sebuah do’a kepada ahlul Madinah yang apabila dilaksanakan pasti akan menghilangkan semua ganjalan yang ada dalam dada.

أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ الله ُ مِنْ فَضْلِهِ

 “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya?. (4:54).

إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا

“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya” (3:120).

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (59:10).

11  Mendo’akan

Firman Allah SWT:

... وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ...

“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan”. (49:19).

Penjelasaan:

1.    Pada ayat di atas Allah memerintahkan kepada kita untuk memohon ampun/berdoa untuk diri kita sendiri dan juga untuk saudara kita sesama mu’min. Saling mendoakan untuk kebaikan saudaranya dan dihilangkan noda hati (iri, dengki) pada dirinya adalah tradisi para sahabat di Madinah yang diajarkan Allah dalam Al-Quran.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (59:10)

2.       Doa seorang muslim untuk saudaranya adalah doa yang mustajab, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ قَالَ فَخَرَجْتُ إِلَى السُّوقِ فَلَقِيتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَقَالَ لِي مِثْلَ ذَلِكَ

Dari Abu Darda: Rasulullah saw bersabda: “Doa seorang muslim untuk saudaranya di luar sepengetahuan yang didoakan adalah mustajab. Di atas orang yang berdoa itu ada Malaikat yang ditugaskan supaya tiap ia berdoa baik untuk saudaranya itu disambut: “semoga diterima dan untukmu seperti itu juga”. (HR. Muslim)

3.    Oleh karena itu, harus dibiasakan tradisi saling mendoakan, saudara mendo’akan saudara lainnya, pemimpin mendoakan umatnya, begitu juga sebaliknya umat mendoakan pemimpinnya, suami mendoakan istrinya, istri mendoakan suaminya. Semoga dengan kekuatan dan keberkahan do’a, Allah mencurahkan kebaikan dan kejayaan untuk umat ini.

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ

“Sebaik-baik pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka mencintai kamu; mereka mendo’akan kamu dan kamu mendoakan mereka.. (HR. Muslim)